Jumat, 23 Januari 2009

Saudaraku...

Jangan pergi saudaraku

Tetaplah di sini, saudaraku. Di jalan keimanan.
Di jalan keislaman. Tetaplah bersama-sama kita meniti jalan ini
sampai usai. Kita semua mungkin telah letih.
Karena perjalanan ini memang amat panjang dan amat berliku.
Tapi, tetaplah di sini, dan janganlah engkau menjauh.
Yakinlah, kenikmatan yang kita reguk di jalan ini,
jauh lebih banyak ketimbang yang dilakukan oleh orang-orang yang lalai itu. Keindahan yang kita alami di sini sangat lebih indah daripada
keindahan yang kerap dibanggakan oleh mereka yang jauh dari jalan ini. Jangan berharap atau tertipu dengan fatamorgana kenikmatan, keindahan, kebahagiaan semua yang sering kita lihat dari orang-orang
yang jauh dari tuntunan Allah swt.
Tetaplah di sini…

Saudaraku,
Keindahan dan kemanisan hidup, hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berada di jalanNya.
Dahulu, para salafushalih banyak mengurai indahnya hidup dalam
keimanan yang mereka rasakan.

“Aku pernah melewati beberapa saat dalam hidup.
Saat itu aku katakan, ‘Jika penghuni syurga berada dalam kondisi
seperti ini, pastilah mereka dalam kehidupan yang amat baik’ ”.

Yang lain mengatakan,
“Aku pernah mengalami suasana hati yang sangat indah karena kedekatan pada Allah dan kecintaan kepadaNya.”

Juga ada yang mengatakan,
“Sungguh sengsara sekali orang-orang yang lalai.
Mereka meninggalkan dunia (wafat) namun mereka belum merasakan kenikmatan yang paling indah di dunia,
yakni hidup bersama Allah”.

Ada lagi yang mengatakan,
“Seandainya raja-raja dan anak raja itu mengetahui apa yang kami rasakan, pasti mereka menguliti kami dengan pedang untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan yang kami miliki ini”.

Pernah merasakan suasana seperti itu
saudaraku?

Coba kita renungkan bagaimana lukisan perasaan itu disampaikan oleh Ibnu
Taimiyah rahimahullah saai ia dipenjara dan disiksa karena teguhnya dalam
menyerukan kebenaran.
Fisiknya tersiksa, tapi justru di sana seolah ia merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dalam sebuah risalahnya ia
menuliskan surat untuk para sahabatnya.
“Syukur alhamdulillah kepada Allah Allah swt.
Aku kini berada dalam kenikmatan besar yang selalu bertambah hari demi
hari. Allah swt memperbaharui nikmatNya bagiku.
Aku dapat menulis kitab dan itu adalah kenikmatan yang paling besar.
Aku sangat ingin menulis kitab agar kalian bisa membacanya.
Surat-surat yang kalian kirimkan telah sampai kepadaku.
Aku dalam keadaan baik. Dua mataku dalam kondisi baik,
bahkan lebih baik dari sebelumnya.
Aku dalam kenikmatan yang sangat besar, yang tak dapat terhitung
dan terlukiskan.
Alhamdulilah, pujian kepada Allah yang sangat banyak.”

Begitulah perasaan seorang muslim yang jujur dalam kebenaran dan benar dalam kejujurannya.
Ia justru memperoleh puncak obsesi dan keinginannya di saat ia mendapatkan ujian.
Keinginannya adalah apa yang dapat ia berikan untuk Islam dan kaum muslimin.
Kegembiraannya adalah pada bagaimana ia melihat hasil perjuangan dakwahnya kepada umat.
Obsesinya adalah bagaimana ia bisa berbuat lebih banyak untuk masyarakat.

Tenangilah hati kita untuk terus
bersama, saudaraku…

Semua keadaan yang lebih tinggi selalu berada di atas.
Semua posisi yang lebih mulia, selalu dicapai lewat tangga ujian.
Cepat menyerah, putus asa, rasa frustasi, takkan pernah membawa kita
untuk mencapai ke kedudukan yang lebih tinggi.

Pernah ada seorang pemuda bertanya
kepada Imam Syafi’i rahimahullah.
“Ya Abu Abdillah, mana yang lebih baik antara orang yang diberi tamkin
(kekuasaan di muka bumi) atau orang yang
mendapat ujian dari Allah?”.

Imam Syafi’i menjawab,
“Tamkin akan terwujud setelah seseorang mendapat ujian.
Allah swt telah menguji Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Yusuf, Isa, Muhammad
shalawatullah alaihim.
Ketika mereka bersabar atas ujian yang diberikan,
Maka Allah kokohkan kedudukan mereka.
Jangan seorang pun dari kalian mengira bisa terlepas dari rasa sakit.”

Tetaplah di sini…
Mari kita bergerak saat manusia istirahat.
Mari kita bekerja saat manusia lain diam.
Jangan pernah tertipu oleh gemerlap hidup orang lain.
Ingatlah bahwa amal yang kita lakukan,
Nilainya ada pada bagaimana kita mengakhiri hidup dengan amal shalih itu. Jadilah orang yang selalu mencari ridhoNya.

Saudaraku,
Hidup ini memang tak lebih dari lembar demi lembar ujian antar sesama kita.
Itulah yang Allah swt firmankan,
“Dan Kami jadikan sebagian dari kalian dengan
sebagian lainnya sebagai ujian”.
Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan,
Bahwa kondisi ujian ini akan dialami oleh semua orang.
Para Rasul diuji oleh kaum yang didakwahinya.
Diuji kesabaran atas cacian dan penolakan mereka.
Diuji kemampuannya memikul beban dalam
menyampaikan tugas risalah Allah.
Kaum yang disampaikan ajaran oleh para rasul itu,
juga diuji oleh dakwah yang disampaikan para Rasul.
Diuji apakah mereka mentaati Rasul, menolong dan membenarkannya, atau mereka justru mengkufuri, menolak, dan memeranginya?

Para ulama diuji dengan orang-orang bodoh.
Apakah para ulama itu tetap mengajari, menasehati dan sabar untuk
mengajari mereka?
Dan orang-orang bodoh juga diuji dengan adanya para ulama.
Apakah mereka mentaati dan mengikuti ulama.
Kaum laki-laki diuji dengan adanya kaum perempuan, dan sebaliknya.
Suami diuji dengan istrinya. Istri diuji dengan suaminya.
Orang mukmin diuji dengan orang kafir.
Orang kafir diuji dengan orang mukmin.

Dengarkanlah sebuah taushiyah yang
dikutip oleh Ibnu Qoyyim ini.
“Adakah orang yang sampai pada kedudukan terpuji, atau akhir yang utama, kecuali setelah ia melewati jembatan ujian?
Demikianlah kedudukanmu jika engkau ingin mencapainya.
Naiklah ke sana dengan melewati jembatan kelelahan.”

Tetaplah di sini saudaraku,
Kita mungkin akan memulai perjalanan yang lebih mendaki dan terjal.
Tapi di sanalah kita berharap bisa bersama
merasakan kenikmatan yang kita idam-idamkan.
Maka ucapkanlah ‘Alhamdulillah’ atas seluruh keadaan yang kita alami.
Meski kebersamaan ini sungguh menguras keringat dan meletihkan
sendi-sendi….

Di dhuha ini, cahaya mulai terang dan
kabut-kabut beringsut menjauhi objek pandang.
Perjalanan belum sampai di garis finish.
Bila dakwah makin merebak dan komitmen yang utuh,
insya Allah tak ada masalah yang tak selesai.